1.Membutuhkan modal besar
Hidup
dari hasil investasi saja membutuhkan modal yang tidak sedikit. Jika kamu
mengharapkan Rp8 juta/bulan dengan asumsi imbal balik 5% per tahun, kamu
membutuhkan modal investasi sebesar Rp2 miliar.[1]
Untuk mendapatkan modal tersebut, kita tetap harus bekerja keras
sebelumnya.
2.Tetap membutuhkan partisipasi aktif
Dalam
membangun bisnis, kamu tetap perlu memantau apa yang terjadi di lapangan.
Sebagai contoh, dalam bisnis kos-kosan, kamu masih perlu melakukan maintenance, membayar pajak, mengantisipasi
risiko kerusakan atau kehilangan, menghadapi penghuni kos dan risiko
keterlambatan bayar.[2]
3.Memakan waktu
Asumsi mengenai passive income tidak membutuhkan waktu yang banyak bisa menyesatkan.
Jika kamu ingin menghasilkan uang dari blog atau social media, kamu juga perlu mempertimbangkan berapa banyak waktu
yang kamu perlukan untuk membuat konten yang berkualitas dan membangun audiens
yang loyal.[3]
4.Memiliki risiko kerugian
Dalam berinvestasi, kamu bisa
mendapatkan keuntungan atau bahkan kerugian. Perlu diingat, investasi saham dan
obligasi bisa kamu manfaatkan untuk jangka panjang. Jika kamu mengharapkan
keuntungan dalam jangka pendek, kamu bisa memilih investasi dengan risiko
rendah, seperti deposito atau reksa dana pasar uang.[4]
5.Persaingan yang ketat
Model bisnis drop-shipping memang tidak membutuhkan modal yang besar karena tidak
perlu memiliki stok barang. Namun, kamu harus membangun komunikasi aktif dengan
audiens untuk memiliki nilai pembeda di dunia drop-shipping yang kompetitif dengan margin yang kecil.[5]
Memiliki passive income bukan hal yang mustahil, jika kamu berhasil
menghindari mitos dan kesalahan yang umum terjadi.
Sumber:
[1]
https://www.fortunebuilders.com/9-passive-income-myths-busted/
[2]
https://nria.net/blog/money-for-nothing-the-myths-and-realities-of-passive-income
[3]
https://www.entrepreneur.com/article/313137
[4]
https://www.trendingus.com/is-passive-income-still-reality/
[5]
https://medium.com/swlh/the-alluring-myth-of-passive-income-f0c5d3f796da