ornament
ornament
Kembali ke Halaman Artikel

Pemilihan warna ini sejatinya bukan tanpa alasan. Beberapa warna memiliki sifatnya masing-masing dan bisa dijelaskan secara ilmiah bagaimana hal tersebut bisa memengaruhi penggunanya. Secara sederhana, mungkin kita bisa mengambil contoh mengapa menggunakan baju berwarna hitam akan membuat kita merasa lebih gerah? Bahkan ketika kita tidak sedang terpapar sinar matahari langsung. Familiar dan pernah mengalami? Kira-kira kenapa ya?

 

Warna hitam punya karakteristik mampu menyerap kalor atau panas, namun hal ini pun tidak berlaku semena-mena. Rasa gerah saat mengenakan baju berwarna hitam yang kamu rasakan terjadi karena warna hitam tersebut menyerap kalor atau panas dari luar, yaitu sinar matahari. Hal ini mungkin juga didukung karena lingkungan saat itu tidak ada angin berhembus yang dapat meminimalisir kalor yang diserap warna hitam pada pakaian. Meski begitu, warna hitam tak selamanya buruk dan pasti membuat gerah penggunaanya. Hanya pada kondisi tertentu baju berwarna hitam akan membuat kamu merasa sangat gerah, yaitu ketika kamu menggunakan baju hitam dengan ukuran yang tidak longgar, berada di luar ruangan dengan radiasi matahari langsung, dan tidak ada angin yang bisa membawa panas matahari.

 

Beda kondisi, tubuhmu juga bisa merasakan hal yang berbeda. Warna hitam juga tidak selamanya buruk dan membuat gerah kok. Jika kamu menggunakan baju berwarna hitam namun relatif longgar dan berada di area yang cukup berangin, kamu justru akan mendapatkan keuntungan dari mengenakan baju hitam. Dengan kondisi yang relatif dingin seperti ini, baju hitam mempertahankan kalor tubuh sehingga menjaga kita tetap hangat. Jadi, ketika kamu berada di area pegunungan, menggunakan baju berwarna hitam dan longgar akan menjaga tubuhmu tetap hangat.

 

Apakah jika warna hitam memiliki karakteristik menyerap panas maka lawan warnanya, yaitu putih, memiliki karakteristik sebaliknya? Bisa dikatakan seperti itu. Warna putih memiliki karakteristik memantulkan cahaya dan juga kalor. Hal ini bisa dibuktikan dengan percobaan sederhana meletakkan kertas HVS putih di luar ruangan dan di bawah sinar matahari langsung. Kertas HVS tersebut akan memantulkan cahaya yang diterimanya sehingga kertas akan terlihat bersinar. Akan tetapi, hanya karena karakteristiknya berkebalikan, bukan berarti warna putih adalah opsi warna yang tepat untuk dijadikan pilihan baju harian yang akan menghindarkan penggunanya dari rasa gerah.

 

 

https://d2holx8i879zin.cloudfront.net

 

Pada beberapa kondisi, mengenakan baju berwarna putih justru bisa lebih membuat gerah dibandingkan baju berwarna hitam. Dikarenakan sifatnya yang memantulkan kalor, warna putih bukan sekadar mampu menghalau kalor dari luar namun di saat bersamaan juga memantulkan kalor dari dalam, alias kalor tubuh penggunanya sendiri. Artinya, panas tubuh kita terjebak antara kulit dan baju putih yang kita gunakan. Pada akhirnya, kita juga bisa merasakan gerah karena menggunakan baju berwarna putih.

 

Di samping itu, juga ada penjelasan mengenai baju putih yang mungkin bisa lebih parah dalam menyerap kalor. Pada kondisi normal, baju berwarna putih memiliki kadar pelindung matahari atau Sun Protective Factor (SPV) sebesar 7 poin. Akan tetapi, ketika baju tersebut basah (mungkin karena keringat penggunanya), nilai SPF tersebut bisa turun drastis menjadi 3 poin. Kelemahannya, ketika nilai SPF tersebut turun, proteksi terhadap sinar UV dari matahari menjadi lemah. Artinya, semakin banyak kalor yang dapat diserap oleh baju berwarna putih, menjadikan penggunanya merasa gerah yang kurang lebih sama dengan gerah ketika menggunakan baju berwarna hitam.

 

Bagaimana dengan warna lainnya? Setiap warna punya karakteristik dan hal ini bisa didasarkan pada Teori Brewster. Melihat roda atau lingkaran warna, kita bisa melihat empat pembagian warna yang terdiri dari warna primer, sekunder, tersier, dan netral. Warna primer tentu saja terdiri dari warna dasar seperti merah, kuning, dan biru. Warna sekunder adalah pencampuran dua warna primer dan terdiri dari warna oranye, hijau, dan ungu. Warna tersier adalah pencampuran warna primer dan salah satu warna sekunder. Terakhir, warna netral terdiri dari campuran warna primer dengan perbandingan 1:1:1. Jika dicampurkan, warna ini akan mengarah pada warna hitam pekat.

 

Berkaitan dengan karakteristik panas dan dingin, kelompok warna merah, oranye, kuning, dan kuning kehijauan digolongkan menjadi warna-warna panas. Artinya warna tersebut diyakini dapat menghasilkan sensasi atau rasa panas, termasuk ketika diaplikasikan dalam pakaian. Sebaliknya, warna-warna dingin terdiri dari warna ungu kemerahan, biru, dan hijau yang memiliki karakteristik berbalik 180 derajat dengan warna panas.

 

Dengan karakteristik seperti itu, maka memang penting untuk melakukan peninjauan sederhana dalam memilih warna pakaian disesuaikan dengan kebutuhan penggunaan. Pemilihan warna ini bukan hanya perkara aura dan makna menurut psikologis namun juga memiliki alasan logis yang bisa dijelaskan secara ilmiah. Tujuannya tentu tidak lain untuk menyediakan kenyamanan bagi penggunanya agar tidak mengganggu aktivitas harian.

 

Selain memperhatikan warna, dalam menyediakan pakaian yang nyaman juga bisa dilihat dari jenis kain. Berbeda jenis pakaian bisa berbeda pula kebutuhan kain yang harus disediakan. Misalkan untuk pakaian seragam yang digunakan kurang lebih 8 jam dalam sehari bisa menggunakan bahan katun yang dikenal adem dan mampu menyerap keringat. Untuk membuat pakaian gamis, bahan kain seperti balotelli, crepe, dan chiffon menjadi bahan kain yang paling umum digunakan. Jadi, kalau kamu berencana memilih pakaian, jangan hanya mengutamakan model yang sedang menjadi tren tetapi juga perhatikan kenyamanan ketika mengenakannya.