Depresi bukan
sebuah hal yang asing, secara termin. Hampir bisa dipastikan semua orang pernah
mendengar istilah ini. Sayangnya, istilah psikologi banyak sekali yang
mengalami peyorasi atau penurunan makna. Depresi adalah salah satu istilah yang
peyoratif. Banyak sekali remaja dan dewasa muda yang dengan mudah mendiagnosa
dirinya dengan istilah depresi, padahal bisa jadi yang mereka rasakan hanya
tekanan (stress) atau kesedihan
semata. Namun, dengan tidak bermaksud untuk menganggap mudah kondisi lainnya, perlu
menjadi sebuah pembarahuan informasi bagi kita bahwa penegakan diagnosa orang
yang mengalami depresi tidak bisa semudah mengatakannya hanya karena kita
merasa sedih yang mendalam atau menjadi tidak nafsu makan saja.
Sangat tidak mudah
berjuang hidup dengan depresi. Pikiran-pikiran buruk yang terngiang dapat
memicu kondisi yang lebih berbahaya bagi seseorang untuk bertindak di luar
kesadaran akan keselamatannya sendiri. Sebelum sampai terlalu dalam, ada
baiknya kita (termasuk yang sehat jiwanya) membuka diri untuk belajar lebih
dalam tentang depresi. Tujuannya tak lain adalah untuk mempertahankan diri dan
kehidupan kita. Beberapa buku yang membahas tema depresi ini mungkin bisa
menjadi referensi tambahan yang punya makna dan guna di kehidupan kita.
The Noonday Demon: An Atlas of Depression - Andrew Solomon
Penulis buku ini
adalah seorang penderita kecemasan (anxiety)
dan depresi. Well, kalimat pembuka
barusan adalah sebuah bukti singkat bahwa depresi tak selalu akan berakhir
dengan keputusan buruk. Satu poin bagus untuk diingat bahwa penderita depresi
pun bisa berkarya.
Sakit atau pun
tidak, kamu wajib baca buku ini untuk menambah wawasanmu tentang depresi dan
diharapkan bisa memberi pandangan baru yang membuatmu lebih toleran terhadap
termin, penyakit, maupun penderitanya. Dalam buku ini, Solomon sebagai penulis
menceritakan pengalaman pribadinya sebagai orang dengan gangguan kesehatan
mental. Tentu saja, semua ini pernah dialaminya. Artinya apa? Tulisan dalam
buku ini relatif jujur dan apa adanya. Solomon memaparkan pengalamannya sebagai
orang yang depresi, penanganan medis yang diterimanya, obat-obatan yang menjadi
terapinya, dan lain-lain.
The Happiness Trap: How to Stop Struggling and Start
Living - Russ Harris
Bagi orang-orang
berkepribadian sehat, sepertinya penulis perlu menyadarkan kalian, bahwa
ketidakbahagiaan yang kalian rasakan sejatinya kalian sendiri pula yang
ciptakan. Bagaimana bisa? Jawabannya
tentu saja pola pikir. Mengutip dialog salah satu film Indonesia beberapa tahun
silam, "Bahagia itu kita yang ciptakan, bukan mereka (orang lain)."
Ketika kita tidak bisa merasa bahagia, ada pengaturan yang salah dalam pola
pikir kita, bukan kondisi di sekitar kita.
Bagaimana dengan
yang memiliki gangguan kepribadian depresi ini? Being happy is such a hard thing, they guess. Sulit bukan berarti tidak bisa, hanya saja tingkat
kemudahannya rendah. Buku ini dapat menjadi salah satu opsi literasi yang
memandu pembaca dengan kecemasan maupun depresi dalam mengelola diri mereka
melalui teknik Acceptance and Commitment
Therapy (ACT). Meski tak bisa dijaminkan untuk membuat kita selalu bahagia
sepenuhnya, setidaknya kita bisa mempraktikkan pengaturan pola pikir agar
menghindari perasaan negatif dan menerima kehidupan secara penuh. Dan kembali
lagi, meski kita tak akan pernah bisa selalu bahagia sepanjang waktu, maka
kelolalah diri kita sendiri untuk bisa mengatasi perasaan dan pikiran negatif
agar tak sampai mengganggu kehidupan kita. Terima emosi itu, alami, dan kelola.
Self-Compassion: The Proven Power of Being Kind to
Yourself - Kristin Neff, Ph.D
Mari kita
sejenak menengok kehidupan kita beberapa waktu lalu. Pernah merasa kesal akan
tujuan yang tidak tercapai? Atau merasa akhir-akhir ini kelelahan karena memaksa
diri untuk menyelesaikan semua tugas yang diberikan? Pernah merasa marah dan
kecewa karena usaha terbaik kita tidak mendapatkan hasil yang optimal hingga
menghukum diri sendiri untuk tidak menikmati apa yang biasanya kita sukai? Oh Dear, these things are even worse than hating your ex.
Apa hubungannya
dengan buku ini? Kristin Neff dalam bukunya memaparkan bagaimana pentingnya
memiliki rasa kasih untuk diri sendiri, satu-satunya pihak yang memperjuangkan
kehidupan kita. Kita manusia, kesalahan yang kita buat dan berdampak pada diri
kita sewajarnya dimaafkan. Dalam buku ini, Neff juga memaparkan penelitian
tentang manfaat memaafkan diri karena hidup yang berantakan - sebuah kondisi
yang mungkin dianggap ada dalam diri individu.
Untuk
menanggulangi kondisi lebih buruk, buku ini juga menyediakan narasi yang
memandu kita untuk berhenti menyakiti diri sendiri (dalam termin fisik maupun
psikis). Ini akan membantu pembaca menghindarkan diri mereka dari kecemasan
yang bisa bertransformasi menjadi sebuah depresi. Konsep mengasihi diri sendiri
memiliki tujuan agar kita bisa lebih memberikan perhatian dan menghargai usaha
pada diri kita sendiri.
Tidak ada orang
yang secara sengaja menginginkan dirinya terpuruk. Semua orang pastinya punya
mimpi akan kehidupan yang bahagia. Namun, setiap orang punya jalan kehidupannya
sendiri, punya pemaknaannya sendiri. Tidak perlu risau bahwa di dunia ini hanya
kamu yang diciptakan dengan masalah. Semua orang punya masalahnya
masing-masing.
Jika kamu membutuhkan teman profesional untuk bercerita atau jika kamu mengetahui rekanmu memiliki karakteristik dan kecenderungan depresi, jangan tunda waktu untuk bertemu dengan psikolog maupun psikiater sesegera mungkin. Sayangi dirimu, sayangi kehidupanmu, maka kamu sudah menyayangi orang-orang