Pandemi
COVID-19 memang menghantam perekonomian dunia. Ekonom Universitas Indonesia
Fithra Faisal menuturkan, Singapura, Korea Selatan, Jerman hingga Amerika
Serikat pun sedang terseret arus resesi ekonomi. Besarnya ketergantungan
negara-negara tersebut terhadap rantai produksi global disebut sebagai faktor
penyebabnya.[1]
Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Mengenali resesi
Resesi
dapat berarti terjadinya kontraksi pada pertumbuhan ekonomi selama dua kuartal
berturut-turut.[2] Para
ahli mengatakan, resesi terjadi ketika negara mengalami penurunan gross domestic product (GDP),
meningkatnya angka pengangguran, menurunnya penjualan, pemasukan, dan produksi
dalam jangka waktu tertentu. [3]
Mengetahui kondisi Indonesia
Pada
kuartal I, Indonesia mengalami pertumbuhan positif sebesar 2,97%. Namun, dalam
kuartal II, terjadi kontraksi hingga 5,32%. Jika Indonesia mengalami
pertumbuhan negatif dalam kuartal III, maka negara ini akan masuk dalam resesi.
[4]
Pemerintah
saat ini berjuang agar tidak terjadi kontraksi pada kuartal III untuk
menghindari resesi. Dalam rangka mendorong roda dunia usaha, pemerintah
mengeluarkan kebijakan, seperti pemberian bantuan tunai kepada masyarakat tidak
mampu, korban pemutusan hubungan kerja (PHK), pekerja dengan gaji di bawah Rp5
juta hingga berbagai stimulus fiskal.[5]
Menyikapi resesi
Ekonom
CORE Indonesia Piter Abdullah memaparkan, resesi sebagai stempel untuk kondisi
yang sudah terjadi selama enam bulan
terakhir dan bukanlah awal dari periode yang berbeda. Piter menilai, tidak akan
ada perubahan signifikan dari sebelum dan setelah resesi jika kuartal III
kembali terkontraksi sehingga masyarakat tidak perlu khawatir.[6]
Piter
menambahkan, perekonomian akan pulih kembali jika pandemi bisa diatasi.
Masyarakat dapat membantu dengan mencegah penyebaran virus corona.[7]
Praktisi investasi Ryan Filbert juga setuju untuk tetap menjaga kesehatan,
bekerja, belajar, mengeluarkan uang,[8]
dan menambah penghasilan dari berbagai sumber atau berinvestasi.[9]
Senior financial planner Aidil Akbar
Madjid juga menganjurkan untuk memperbesar dana darurat dalam bentuk cash, deposito, atau emas untuk
mengantisipasi risiko finansial.[10]
Sebagai
langkah menjaga kestabilan finansial, kamu perlu perlindungan dari risiko
kesehatan, terutama penyakit kritis yang memakan biaya besar. FWD Critical Armor melindungi kamu dari 65 jenis penyakit
kritis major dan minor, dan bisa diklaim hingga lebih dari 3 kali! Jika
didiagnosis penyakit kritis major, kamu dibebaskan dari kewajiban membayar
premi. Kalau sehat terus dan tidak pernah terdiagnosis penyakit kritis major?
Premi kembali 100% di akhir masa asuransi! Lihat selengkapnya di https://www.fwd.co.id/id/protect/critical-illness/critical-armor/
Sumber:
[1]
https://www.cnbcindonesia.com/market/20200803103321-19-177036/resesi-akibat-pandemi-jangan-terlalu-ditakuti-ini-alasannya
[2]
https://www.medcom.id/ekonomi/makro/yNLGmpWK-cuma-stempel-kondisi-resesi-sudah-terasa-sejak-awal-pandemi
[3] https://www.forbes.com/advisor/investing/what-is-a-recession/
[4]
https://www.medcom.id/ekonomi/makro/yNLGmpWK-cuma-stempel-kondisi-resesi-sudah-terasa-sejak-awal-pandemi
[5]
https://tirto.id/pandemi-resesi-dan-bahaya-krisis-lanjutan-akibat-defisit-fiskal-fWXn
[6]
https://www.medcom.id/ekonomi/makro/yNLGmpWK-cuma-stempel-kondisi-resesi-sudah-terasa-sejak-awal-pandemi
[7]
https://www.medcom.id/ekonomi/makro/yNLGmpWK-cuma-stempel-kondisi-resesi-sudah-terasa-sejak-awal-pandemi
[8] https://www.youtube.com/watch?v=TDmtwKnlowI
[9] https://www.youtube.com/watch?v=uEFQrW6GHI0
[10] https://www.youtube.com/watch?v=5hLCSkGgFM8